ARIF RESI

Selamat Datang di Blog Arif Resi

"sebuah harapan...
dengan cara sederhana"

Kamis, 25 Juli 2013

Skala Pengukuran Data & Skala Likert



SKALA PENGUKURAN DATA
Skala merupakan perbandingan antar kategori dimana masing-masing kategori diberi bobot nilai yang berbeda.
Skala pengukuran atau aras pengukuran memiliki empat tipe, sebagaimana dikembangkan konsepnya oleh seorang psikolog bernama Stanley Smith Stevens pada artikel di majalah Science berkepala On the theory of scales of measurements. Stevens mengemukakan bahwa dalam sains dikenal empat tipe skala pengukuran yang masing-masing disebutnya sebagai skala nominal, ordinal, interval, dan rasio.

Tipe skala

1.      Skala Nominal
Merupakan skala yang hanya membedakan kategori berdasarkan jenis atau macamnya. Skala ini tidak membedakan kategori berdasarkan urutan atau tingkatan. Misalnya adalah jenis kelamin terbagi menjadi laki-laki dan perempuan.
2.      Skala Ordinal
Merupakan skala yang membedakan kategori berdasarkan tingkat atau urutan. Misalnya, membagi tinggi badan sampel ke dalam 3 kategori: tinggi, sedang, dan pendek.
3.      Skala Interval
Merupakan skala yang membedakan kategori dengan selang atau jarak tertentu dengan jarak antar kategorinya sama. Skala interval tidak memiliki nilai nol mutlak. Misalnya, membagi tinggi badan sampel ke dalam 4 interval yaitu: 140-149, 150-159, 160-169, dan 170-179.
4.      Skala Rasio
Merupakan penggabungan dari ketiga sifat skala sebelumnya. Skala rasio memiliki nilai nol mutlak dan datanya dapat dikalikan atau dibagi. Akan tetapi, jarak antar kategorinya tidak sama karena bukan dibuat dalam rentang interval. Misalnya, tinggi badan sampel terdiri dari 143, 145, 153, 156, 175, 168, 173, 164, 165, 152.
Kelebihan dan Kekurangan
Penggunaan skala untuk membedakan kategori yang satu dengan yang lain sangatlah praktis. Perbandingan antara kategori yang ada dapat secara jelas terlihat. Sedangkan, kekurangannya ialah skala yang lebih tinggi (rasio dan interval) dapat diubah dalam skala yang lebih rendah (nominal dan ordinal), namun tidak berlaku sebaliknya.
Stevens (1946, 1951) mengajukan konsep bahwa skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan sifat bawaannya. Sebagai akibat dari sifat itu, terdapat perbedaan dalam melakukan analisis terhadap pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam sains.

 

Tipe skala
Statistik yang layak
Transformasi skala yang diakui
Struktur matematis
nominal (juga kategoris)
modus, Khi-kuadrat
Pasangan satu-satu (equality (=))
himpunan yang tidak dapat diurutkan
Ordinal
median, percentile
Monotonic increasing (order (<))
totally ordered set
interval
Positive linear (affine)
affine line
Ratio
All statistics permitted for interval scales plus the following: geometric mean, harmonic mean, coefficient of variation, logarithms
Positive similarities (multiplication)
one-dimensional vector space
Referensi
1.      Neuman, W.Lawrence.(2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. USA:University of Wisconsin.
2.      Siagian, Dergibson dan Sugiarto. (2006). Metode Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 19-24.
3.      Stevens, S. S. (1946). "On the Theory of Scales of Measurement". Science 103 (2684): 677–680. doi:10.1126/science.103.2684.677. PMID 17750512.




SKALA LIKERT
Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format seperti:
  1. Sangat tidak setuju
  2. Tidak setuju
  3. Netral
  4. Setuju
  5. Sangat setuju
Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat mirip.

Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan "netral" tak tersedia.
Referensi
1.      Likert, Rensis (1932), "A Technique for the Measurement of Attitudes", Archives of Psychology 140: 1–55
2.      Dawes, John (2008), "Do Data Characteristics Change According to the number of scale points used? An experiment using 5-point, 7-point and 10-point scales," International Journal of Market Research, 50 (1), 61-77.


Sabtu, 20 Juli 2013

PENGARUH JOGGING TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) DI PUSKESMAS BATEALIT



PENGARUH JOGGING TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) DI PUSKESMAS BATEALIT KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013

Ninik Sulistyo Rini, Sri Karyati, Heny Siswanti




ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis. Penatalaksanaan DM terdiri dari empat pilar yaitu diet, aktifitas fisik, farmakologis dan penyuluhan. Secara fisiologis seseorang yang melakukan aktifitas fisik akan mengalami pembakaran lemak dan cadangan lemak sehingga ada upaya penarikan glukosa dari pembuluh darah ke jaringan otot. Sehingga terjadi penurunan kadar gula darah.

Tujuan: Diketahuinya pengaruh jogging terhadap penurunan gula darah pada penderita DM di Puskesmas Batealit Kabupaten Jepara

Metode: Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental dengan pendekatan observasional. Rancangan penelitian menggunakan pra-post test dalam satu kelompok (one group pre-post test design). sampel sejumlah 31 responden.

Hasil: Sebelum melakukan jogging kadar gula darah paling rendah 186 mg/dl, paling tinggi 344 mg/dl, dengan gula darah rerata 251,9 mg/dl. Sesudah melakukan jogging paling rendah 89 mg/dl, paling tinggi 138 mg/dl, dengan gula darah rerata 106,55 mg/dl. Nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) dan nilai t: 23,567 (t hit > t tab).

Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikan aktifitas jogging terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM di Puskesmas Batealit

Kata Kunci: Jogging, gula darah, Diabetes Mellitus.

Pustaka: 17 (2002-2013)


PEMBAHASAN

Dalam keadaan normal gula darah diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya di dalam darah selalu dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun sesudah makan. Kadar gula darah dalam keadaan normal selalu stabil sekitar 70-140 mg/dl. Pada keadaan DM tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar gula darah menjadi tidak normal. Walaupun kadar gula darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan rotein menjadi glukosa (gloconeogenesis) di hati tidak dapat dihambat karena insulin kurang/relatif kurang sehigga kadar gula darah dapat semakin meningkat. Akibatnya terjadi gejala-gejala khas DM seperti poliuria, polidipsi, lemas, berat badan menurun. Kalau hal ini dibiarkan terjadi berlarut-larut  dapat berakibat terjadinya kegawatan DM, yaitu ketoasidosis diabetik yang sering mengakibatkan kematian.
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan diabetes kllinis, sel beta pankreas masih dapat mengompensasi sehingga terjadi hiperinsulinemia. Kadar gula darah masih normal atau baru sedikit meningkat, kemudian setelah terjadi kelelahan sel beta pankreas, baru terjadi DM klinis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah sesudah makan dan peningkatan kadar gula darah puasa.
Sebelum melakukan jogging dalam penelitian ini, upaya pengelolaan DM untuk jangka pendek yang dilakukan penderita DM di Puskesmas Batealit dengan difasilitasi pemegang program terkait dalam jangka pendek adalah bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Jangka panjang tujuannya untuk mencegah penyulit baik makroangioopati, mikroangiopati maupun neuropati dengan tujuan akhir menurunkan angka kesakitan DM.
Pengelolaan yang sudah dilakukan selain farmakologis adalah perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Pada dasarnya perencanaan makan pada DM tidak berbeda dengan perencanaan makan pada orang normal, yaitu untuk mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik serta adanya pengetahuan mengenai bahan penukar yang mudah didapatkan di lingkungan sehari-hari. Sedangkan kegiatan jasmani yang sudah dilakukan berupa senam DM yang dilakukan rutin secara berkelompok di Puskesmas Batealit atau pada penderita DM lansia dilakukan di Posyandu lansia terdekat.
 


Latihan jasmani berupa jogging yang dilakukan responden untuk menentukan intensitas latihan, terlebih dahulu ditentukan denyut nadi maksimum (MHR= Maximum Heart Rate) yaitu 220-umur, lalu ditentukan denyut nadi sasaran (THR= Target Heart Rate). THR adalah denyut nadi yang harus dicapai pada saat seseorang melakukan olahraga (training zone) dan durasi pencapaian ini diharapkan berlangsung selama minimal 15-20 menit agar memberikan hasil yang diinginkan. Dengan demikian bila penderita DM melakukan latihan jasmani intensitasnya tidak boleh melebihi 60% denyut nadi pada training zone (denyut nadi penderita DM tidak boleh melebihi 108x/menit pada saat latihan jasmani). Berat ringannya intensitas latihan ditentukan oleh tingkat kebugaran, umur, kondisi fisik pada saat itu.
Latihan jogging berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah, produksi insulin umumnya tidak terganggu, masalah utama adalah kurangnya respon reseptor insulin terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Otot yang berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel karena pada otot yang aktif sensitifitas reseptor insulin meningkat. Oleh karena itu jogging menyebabkan berkurangnya insulin eksogen, ini tidak berahan lama oleh karena itu dibutuhkan latihan jasmani/jogging kontinu dan teratur.  
Bagi penderita DM yang penyakitnya ringan atau terkendali dengan baik tanpa komplikasi tentu tidak begitu berbahaya untuk melakukan jogging, Namun bagi penderita DM yang berat atau dengan komplikasi perlu pengawasan yang ketat untuk menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Evaluasi berkala sangat diperlukan untuk melihat kemajuan latihan dan mengetahui manfaat jogging yang telah dilakukan. Hasil yang baik dan memuaskan akan menambah motivasi penderita DM untuk melakukan jogging. 
Energi yang dibutuhkan pada waktu jogging terutama berasal dari glukosa dan asam lemak bebas, pada awal kegiatan jogging kedua bahan tersebut merupakan sumber yang utama, namun pemakaian glukosa pada tahap ini lebih cepat. Energi pada awal jogging berasal dari cadangan ATP-PC otot, setelah itu didapatkan dari cadangan glikogen otot, selanjutnya barulah digunakan glukosa. Bila jogging berlangsung terus maka energi diperoleh dari glukosa yang didapatkan dari pemecahan simpanan glikogen hepar (glukogenolisis). Bila jogging berlangsung lebih dari 30 menit maka sumber energi utama adalah asam lemak bebas, berasal dari lipolisis jaringan adiposa (glukosa sparing). Tersedianya glukosa dan asam lemak bebas diatur oleh berbagai macam hormon terutama insulin, katekolamin, kortisol, glukagon, dan growth hormon. Perubahan pengaturan hormonal pada waktu jogging tergantung pada lama dan beratnya jogging. Pada fase pemulihan post exercise terjadi pengisian kembali cadangan glikogen otot dan hepar. Lama pengisian bergantung kepada berat atau ringannya latihan yang dilakukan.  
Pengaruh jogging terhadap penurunan gula darah dalam penelitian ini diasumsikan ketika penderita DM melakukan jogging terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif, terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, hormonal dan susunan saraf otonom. Manfaat jogging bagi penderita DM antara lain meningkatkan penurunan gula darah, mencegah kegemukan, mengurangi resiko komplikasi aterogenik, peningkatan tekanan darah, gangguan lipid darah, hiperkoagulasi darah. Keadaan-keadaan tersebut mengurangi resiko penyakit jantung koroner (PJK) dan meningkatkan kualitas hidup penderita DM dengan meningkatnya kemampuan kerja dan memberikan keuntungan psikologis berupa rasa nyaman.